Merek adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001)
Merek
dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
- Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
- Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
- Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
Sedangkan
pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada
pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu
dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak
lain untuk menggunakannya.
Sasaran
pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya
keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang
berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan
industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan
sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat
sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga
di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang
kaya dan yang miskin. Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang
di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang
sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan
saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga
mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi
pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor
hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan
perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini
disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara
sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat
membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang
menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan
industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan
kerja yang luas.
Menurut
UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Konvensi
internasional merupakan perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan yang
bersifat multilateral dan ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara
keseluruhan. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Kesimpulannya, Konvensi internasional
tentang hak cipta adalah Perjanjian antar Negara yang melindungi hasil ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni yang berlaku bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan. Konvensi-konvensi internasional mengenai hak
cipta yang melindungi hasil ciptaan bagi masyarakat internasional.
Berner
Convention atau Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra
merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, yang pertama kali
disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah
Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan
kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya,
yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern direvisi di Paris pada
tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914,
direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm
pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada
Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap
yang berisi para peserta konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara
atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing. (Dikutip
dari id.wikipedia.org)
Konvensi
Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1
Januari 1886), keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda, pada
tanggal 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern,
selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara
bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang
menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India,
New Zealand dan Afrika Selatan.
(Referensi:
Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia
Indonesia, Bogor)
Objek
perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni
yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau
bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah
mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah
ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan
adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam
konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa
yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika
digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya
sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini
hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol
yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini
dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau cultural.
(Referensi:
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo.
Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu
Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)
Konvensi
Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang diadopsi di Jenewa
pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama yang
melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan
oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai
alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan
aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa
bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk
negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak
cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat
dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan
sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah
menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari
Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak
cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara. (Dikutip dari
en.wikipedia.org)
Universal
Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini
mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang
pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap
orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian,
perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta
tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang diperhatikan dengan
memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk
menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu
pengetahuan. Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak
cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan
sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang
memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk
memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak
cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu
kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta
itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
(Referensi:
Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo.
Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu
Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)
Sumber:
http://mari-belajardanberbagi-ilmu.blogspot.co.id/2013/06/hak-merek.html?m=1
https://frillyfayraitaru.wordpress.com/2014/04/20/undang-undang-perindustrian/
https://popykomalasari12.wordpress.com/2015/06/08/konvensi-internasional-tentang-hak-cipta/
No comments:
Post a Comment