Tuesday, May 3, 2016

HUKUM INDUSTRI 2



        Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001)
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
  • Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
  • Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
  • Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Konvensi internasional merupakan perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan yang bersifat multilateral dan ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Kesimpulannya, Konvensi internasional tentang hak cipta adalah Perjanjian antar Negara yang melindungi hasil ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni yang berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Konvensi-konvensi internasional mengenai hak cipta yang melindungi hasil ciptaan bagi masyarakat internasional.
Berner Convention atau Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing. (Dikutip dari id.wikipedia.org)
 Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886), keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda, pada tanggal 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern, selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan.
(Referensi: Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor)
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau cultural.
(Referensi: Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara. (Dikutip dari en.wikipedia.org)
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang diperhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan. Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
(Referensi: Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)

Sumber:
http://mari-belajardanberbagi-ilmu.blogspot.co.id/2013/06/hak-merek.html?m=1
https://frillyfayraitaru.wordpress.com/2014/04/20/undang-undang-perindustrian/
https://popykomalasari12.wordpress.com/2015/06/08/konvensi-internasional-tentang-hak-cipta/

ISO 9000, ISO 14000, UNDANG-UNDANG NO 19, PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI

ISO adalah Internasional untuk Standardisasi (International Organization for Standardization) dan disingkat ISO. Sebelum menjadi nama ISO p...