Tuesday, October 21, 2014

Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta


           Sebelum kita mengenal kebudayaan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, mari kita bahas sedikit saja mengenai daerah ini.
        Daerah Istimewa Yogyakarta didirikan pada tanggal 4 Maret 1950. Daerah ini memiliki luas terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal di tingkat nasional dan internasional. Yogyakarta pun merupakan tempat tujuan wisata andalan setelah provinsi Bali.
      Daerah ini sering kali disebut dengan “kota budaya”. Mengapa? Karena memang jelas di daerah Yogyakarta masih sangat kental kebudayaannya. Banyak sekali kebudayaan-kebudayaan di daerah ini yang menjadi cirri khas tersendiri. Misalnya, batik, tari kreasi baru, wayang kulit, kethoprak, gamelan jawa, jathilan atau kuda lumping. Selain kebudayaan yang bernilai seni, ada juga kebudayaan yang bernilai keagamaan dan sosial misalnya keraton, candi, dan upacara-upacara sakral. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang kebudayaan “Saparan Bekakak” yang termasuk ke dalam upacara sakral.
       Saparan Bekakak merupakan upacara adat masyarakat Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Bekakak berarti korban penyembelihan hewan atau manusia. Hanya saja, manusia yang dimaksud dalam upacara ini yaitu tiruan manusia yang berwujud sepasang boneka pengantin dalam posisi duduk bersila, terbuat dari tepung ketan yang berisi cairan gula merah. Disebut saparan karena upacara ini dilaksanakan pada bulan Sapar (Syafar), bulan kedua dalam kalender Hijriah (Islam).
       Menurut cerita, upacara Bekakak bermula dari sebuah musibah yang menimpa dua orang abdi dalem (pegawai keraton) Sultan Hamengkubuwono I. Konon, sekitar 250 tahun yang lalu saat Sultan HB I pindah dari pesanggrahan Ambarketawang ke keraton yang baru, ada seorang abdi dalem penangsong Sultan HB yang tidak ikut pindah dan memeilih untuk tetap tinggal di daerah Ambarketawang Gamping. Abdi dalem itu bernama Ki Wirosuto. Bersama-sama dengan penduduk setempat, Ki Wirosuto menggali batu kapur yang digunakan untuk membangun Keraton Yogyakarta. Namun usaha penggalian kapur ini kerap menelan korban jiwa, termasuk Ki Wirosuto dan istrinya, Nyi Wirosuto.
     Melihat banyaknya korban yang berjatuhan, termasuk abdi dalem kesayangannya, Sultah HB I pun bertapa di kawasan Gunung Gamping untuk mencari petunjuk agar masalah itu dapat teratasi. Dalam tapaannya, Sultan mendapat wisik dari setan Bekasakan penunggu Gunung Gamping. Berhubung warga selalu menggali kapur di tempat itu, sebagai gantinya setan-setan penunggu meminta sepasang pengantin untuk dikorbankan di tempat itu. Jika hal tersebut tida dilaksanakanmaka penggali kapurlah yang akan jadi tumbalnya.
    Sultan pun mengiyakan permintaan para penunggu Gunung Gamping. Namun, beliau melakukannya dengan sebuah tipu muslihat. Pengantin yang dikorbankan bukanlah pengantin sungguhan, melainkan boneka berbentuk pasangan pengantin bekakak yang terbuat dari tepung ketan dan sirup gula merah. Pasangan pengantin bekakak tersebut kemudian dikorbankan di Gunung Gamping. Ternyata tipuan itu berhasil. Sejak saat itu tradisi pengorbanan pengantin bekakak menjadi ritual yang rutin dilaksanakan setiap tahun di Desa Ambarketawang.

        Pada pelaksanannya, upacara adat ini memiliki beberapa keunikan. Misalnya dalam upacara ini ada dua pasang pengantin yang dibuat salah satu pasang dihias bergaya Solo dan yang lainnya dihias bergaya Yogyakarta. Nantinya, pengantin bekakak akan diarak menuju Gunung Gamping dan Gunung Kiling. Sebelum arak-arakan dimulai, akan terlebiih dahulu digelar pementasan fragmen “Prasetyaning Sang Abdi” yang menceritakan tentang kisah Ki Wirosuto. Setelah pementasan fragmen selesai, baru arak-arakan dimulai diikuti tiga buah joli yang berisi sesajan.
     Keunikan lainnya akan muncul saat upacara ini berlangsung. Di tengah-tengah ritual, biasanya akan muncul sekelompok anak yang berperab sebagai anak genderuwo. Anak-anak ini berjumlah 50-an anak dan akan didampingi sepasang genderuwo serta banaspati . Mereka bertugas mengawal pengantin bekakak. Anakan genderuwo menggambarkan lelembut dan stan Bekasakan yang sedang bersukaria dan bahagia karena akan mendapatkan korban berupa sepasang pengantin bekakak. Peran sebagai anak gunderewo ini sifatnya turun-temurun. Kalau dulu orang tua merka pernah berperan sebagai anakan genderuwo, maka anaknya pun akan menjadi anak genderuwo di tahun-tahun berikutnya.
        Makna nilai-nilai luhur sejarah  local yang terkandung adalah :
Ø  Nilai keagamaan. Proses terbentuknya system keagamaan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, berawal dari munculnya emosi keagamaan sehingga mempengaruhi manusia untuk melakuakn aktifitas-aktifitas ritual. Dengan memiliki emosi keagamaan itu segala sesuatu yang tidak berarti akan memiliki nilai keramat.
Ø  Nilai luhur penghormatan dan pengorbanan kepada Ki Wirosuto beserta istrinya karena telah merelakan dirinya sebagai tumbal dari keganasan dan keangkeran Gunung Gamping. Pengorbanan itu sangat berarti bagi keselamatan para pengguna batu gamping sebagai bahan bangunan dari warga Ambarketawang dan sekitarnya.
Ø  Nilai luhur kesetiaan Ki Wirosuto dan istrinya sebagai abdi dalem penongsong merupakan suatu penghormatan bagi keluarga Ki Wirosuto. Dari kesetiaan tersebut ada perkenan dari Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono I untuk mengenang pengorbanan Ki Wirosuto dan istrinya beserat hewan peliharaannya diperingati sebagai awal pelaksaan upacara Saparan Bekakak Ambarketawang.
Dan kini, sebagai wujud kepatuhan terhadap titah yang pernah disampaikan tersebut, upacara Saparan Bekakak masih dilaksanakan secara rutin dari tahun ke tahun oleh masyarakat Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Meskipun secara maknawi tujuan dari penyelenggaraannya telah berbaur dengan kepentingan pariwisata, namun nilai-nilai kearifan local yang tersirat di dalam upacara ini tetap dipertahankan hingga saat ini.

No comments:

Post a Comment

ISO 9000, ISO 14000, UNDANG-UNDANG NO 19, PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI

ISO adalah Internasional untuk Standardisasi (International Organization for Standardization) dan disingkat ISO. Sebelum menjadi nama ISO p...